The Panturas kembali meluncurkan kejutan segar di tengah geliat musik independen Indonesia dan lintas negara. Unit surf-rock kontemporer asal Jatinangor ini resmi merilis maxi-single bertajuk “Knights of Jahannam / Soma Gospel” pada Jumat, 11 Juli 2025 melalui label mereka sendiri, Los Panturas Records.
Dirilis menjelang tur Asia mereka yang ambisius, dua lagu ini bukan hanya tambahan dalam katalog diskografi The Panturas, tapi juga penanda eksplorasi musikal yang lebih dalam dan terbuka dari sebelumnya.
Dikenal dengan identitas musik yang menggabungkan surf rock dan sentuhan budaya lokal, The Panturas kini melangkah lebih jauh ke ranah eksperimentasi. Melalui “Knights of Jahannam” dan “Soma Gospel”, mereka berusaha keluar dari pola lama dan memulai fase kreatif yang benar-benar baru.
Dua lagu ini digarap dari nol, hasil dari proses panjang yang melibatkan sesi workshop intensif, diskusi tematik, dan permainan ide yang tak dibatasi pakem genre.
Menurut sang drummer, Surya Fikri alias Kuya, proses kreatif kali ini lebih menantang daripada proyek-proyek sebelumnya. “Semua dibuat dari awal lagi, gak ada bahan sisa. Kita pengen benar-benar uji batas kemampuan bermusik kita sendiri,” ujarnya. Ia menyebut proyek ini sebagai “laboratorium eksplorasi” yang mempertemukan idealisme dan insting liar para personel.

Salah satu sumber inspirasi utama dalam proses penulisan lagu adalah pengalaman spiritual dan kekacauan emosional kolektif yang dirasakan band dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terekam kuat dalam nuansa lirik dan musikalitas yang lebih kelam.
Vokalis dan gitaris Abyan Zaki atau Acin menggambarkannya sebagai pengingat akan akhir dari segala sesuatu. “Lagu-lagu ini kayak pengingat tentang kiamat. Bukan doom and gloom, tapi refleksi dari apa yang lagi kita alami bersama-sama. Ada keresahan, ada kontemplasi,” tuturnya.
Secara musikal, dua lagu dalam maxi-single ini melanjutkan semangat eksperimental yang sudah mereka tunjukkan lewat mini album ‘Galura Tropikalia‘. Namun kali ini, mereka menyelami lebih dalam, dengan pendekatan yang tidak hanya berfokus pada kesan eksotis.
Unsur-unsur lokal seperti nuansa Sunda tetap ada, tetapi disajikan dalam bentuk tekstur musikal, bukan sekadar gimmick visual. “Kami tidak ingin terkesan seperti menjual budaya. Unsur Sunda itu merupakan bagian dari ekspresi artistik kami, bukan elemen yang sengaja ditonjolkan untuk terlihat ‘unik’,” kata Acin.
Salah satu aspek menarik dalam rilisan ini adalah keberanian The Panturas menggunakan bahasa Inggris dalam lirik mereka, sebuah langkah yang relatif baru bagi band ini. Ditambah lagi dengan sentuhan musik reggae era 70-an yang terdengar kuat di beberapa bagian lagu, namun tetap bersenyawa dengan karakter surf dan garage rock yang menjadi akar mereka.
Bassis Bagus Patria alias Gogon menyebut bahwa pengaruh itu datang dari kegemarannya belakangan ini terhadap garis bass repetitif yang terus terngiang di kepalanya. “Saya lagi senang banget mendengarkan reggae 70-an, bass line-nya itu sangat mengena. Akhirnya, secara alami, hal itu terbawa ke lagu-lagu baru ini,” ungkapnya.

Untuk mendukung eksplorasi tersebut, mereka menggandeng produser sekaligus musisi senior Ricky Surya Virgana. Peran Ricky cukup sentral, bukan hanya mengarahkan, tapi juga menulis bagian intro, menyusun struktur lagu, hingga membentuk dinamika yang kompleks namun tetap mengalir.
Kuya bahkan menggambarkan proses rekaman layaknya mengikuti les musik yang serius. “Awalnya kami digembleng dulu, main harus rapi, presisi. Tapi setelah itu kami dikasih kebebasan buat ngacak-ngacak sesuai karakter masing-masing. Jadi ya hasilnya tetap liar tapi ada strukturnya,” jelasnya.
Rilisan ini juga berfungsi sebagai kartu nama baru untuk memperkenalkan wajah The Panturas ke kancah internasional. Tak lama setelah perilisan, band ini akan memulai tur Asia 2025 yang akan membawa mereka ke enam negara dalam waktu dua minggu.
Tur ini akan ditutup dengan tiga penampilan spesial di Fuji Rock Festival, Jepang, sebuah momen penting yang menandai ambisi mereka untuk menembus batas geografis dan budaya.
Acin mengungkapkan antusiasmenya terhadap negara-negara seperti Taiwan dan Filipina, yang menurutnya memiliki ekosistem musik independen yang menarik. “Kami pengen bisa ngobrol langsung sama musisi-musisi di sana, saling belajar, dan siapa tahu bisa kolaborasi ke depannya,” katanya.
Maxi-single ini kini tersedia di berbagai layanan streaming digital. Dengarkan dan bersiaplah untuk menyelami alam bawah sadar The Panturas, yang penuh dengan gelombang, gema, dan kemungkinan.
Jadwal Tur Asia The Panturas 2025:
● 12 Juli – Singapura
● 13 Juli – Malaysia
● 18 Juli – Thailand
● 19 Juli – Filipina
● 20 Juli – Taiwan
● 24 Juli – Red Marquee Stage, Fuji Rock Festival (Pre-Festival Show)
● 25 Juli – Crystal Palace Tent, Fuji Rock Festival
● 26 Juli – Field of Heaven Stage, Fuji Rock Festival
ENV=481fa940-490b-43d4-a35d-b19fd6be535c
Support Gigsplay Dengan Saweria
🙏 Terima Kasih Atas Dukungan Anda!
Dukungan Anda sangat penting dan membantu Gigsplay untuk mendukung musisi independen Indonesia.
✅ KLIK UNTUK DONASI
Pilihan mode pembayaran